Kejaksaan Agung Diminta Usut Keterlibatan Dirut MIND ID Terkait Dugaan Penambangan dan Penjualan Biji Timah

- 30 Mei 2024, 19:16 WIB
/

 

BUTOLPOST – Lembaga Pemantau Pengelolaan dan Pendayagunaan Harta Negara (LP3HN) mendesak Kejaksaan Agung RI mengusut tuntas kasus dugaan penambangan dan penjualan timah ilegal yang melibatkan Direktur Utama PT MIND ID inisial HPS, Direktur PT Timah ADV dan pengusaha yang juga penasehat (advisor) Dirut Timah, EK alias Buyung, yang mengakibatkan kerugian negara sekitar Rp 700 miliar.

Dugaan penambangan dan penjualan timah ilegal melibatkan sebanyak 12 perusahaan yang mendapatkan surat perintah kerja (SPK) dari PT Timah selama tiga bulan Januari-Maret 2024.

"Modus Penambangan dan Penjualan Timah Ilegal
Selama periode Januari-Februari 2024, PT Timah melakukan pembelian biji timah dari beberapa perusahaan pemegang SPK sebagaimana tercatat di dalam tabel diatas sebanyak 618,01 ton dengan harga Rp220 juta per ton atau sekitar Rp135,9 miliar, "kata Sekretaris Jenderal (Sekjen) LP3HN Muchsin Abdullah, Kamis (30/5/2024).

Kemudian, sebut Muchsin, pada Maret PT Timah kembali membeli sebanyak 652,73 ton dengan harga Rp220 juta per ton atau Rp143,6 miliar. Total pengeluaran PT Timah selama Januari-Maret 2024 untuk membeli biji timah tersebut senilai Rp279,56 miliar.

"Asal usul sumber biji timah tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Pembelian biji timah tersebut dilakukan atas perintah Dirut PT Timah ADV, setelah mendapat perintah lisan dari Kepala Satgas MIND ID inisial D yang mendapat mandat langsung dari HPS dirut MIND ID," ucap Muchsin.

Muchsin menyebutkan, dalam SPK yang diperoleh EK dan kawan-kawan, bahwa biji timah yang diperoleh dari wilayah kerja pemegang SPK harus diserahkan ke PT Timah. Para pemegang SPK mendapat upah kerja secara persentase dengan besaran yang sudah disepakati dan tidak bersifat jual beli.

"Bahwa pembelian biji timah tersebut dilakukan karena para penambang mengatakan bahwa biji timah itu diambil di luar wilayah kerja sebagaimana disepakati dalam SPK.
Setelah transaksi selesai, para penjual barang tidak bisa menjelaskan asal usul sumber biji timah yang dibeli tersebut. Diduga biji timah tersebut hasil dari area penambangan dalam IUP PT Timah," terang Muchsin.

Muchsin menuturkan, hasil pemurnian biji timah batangan tersebut tidak dapat di jual di pasar resmi, karena ketidakjelasan asal asul biji timah.
Para pelaku kemudian membuat dokumen palsu asal-usul barang dengan beberapa alasan, yaitu pertama adalah kemungkinan biji timah itu diperoleh dari area SPK maka polanya tidak jual-beli dan PT Timah hanya memberikan upah kerja, bukan melakukan jual-beli.

"Apabila dilakukan jula-beli dengan Timah, maka harga pembelian dari lokasi penambangan milik PT Timah sebesar Rp100 juta per ton," ungkap Muchsin.

Halaman:

Editor: Suardi Yadjib


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah